Sah! – Dalam dunia kekayaan intelektual, khususnya hak paten, terdapat konsep fundamental yang sering menjadi titik kritis dalam menentukan apakah suatu invensi layak mendapatkan perlindungan hukum: “inventive step” atau langkah inventif.
Konsep ini merupakan syarat substantif yang harus dipenuhi selain novelty (kebaruan) dan industrial applicability (dapat diterapkan dalam industri). Namun, garis pemisah antara sekadar kreativitas biasa dan temuan hukum yang dianggap memenuhi langkah inventif sering kali kabur, menimbulkan perdebatan baik di ranah akademik maupun praktik hukum.
Landasan Hukum Inventive Step di Indonesia
Di Indonesia, prinsip inventive step diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Dalam Pasal 3 huruf b, disebutkan bahwa suatu invensi dapat dipatenkan apabila:
“Memiliki langkah inventif, yaitu invensi tersebut bagi seseorang yang memiliki keahlian di bidang teknik tertentu dianggap tidak dapat diduga sebelumnya.”
Pengertian ini diperjelas dalam Penjelasan Pasal 3, bahwa langkah inventif merupakan suatu invensi yang bukan merupakan hal yang sudah biasa atau dapat diduga oleh orang yang ahli di bidangnya.
Dengan demikian, tidak cukup jika sebuah penemuan hanya baru secara teknis, melainkan harus memiliki kualitas inovatif yang “tidak terduga” oleh pihak yang ahli sekalipun.
Frasa “Tidak Terduga” dalam Inventive Step
Kata kunci dalam pengertian inventive step adalah “tidak dapat diduga sebelumnya oleh orang yang ahli di bidangnya” (non-obviousness).
Ini berarti ada ukuran hipotetis yang digunakan untuk menilai apakah sebuah invensi sekadar merupakan hasil dari keterampilan rutin seorang ahli atau memang mengandung loncatan intelektual yang cukup besar.
Untuk menjawab pertanyaan ini, lazim digunakan uji “person skilled in the art” seseorang fiktif yang memiliki pengetahuan umum dan keterampilan rata-rata di bidang teknis terkait.
Jika orang ini, setelah membaca semua dokumen sebelumnya (prior art), dapat secara logis menyimpulkan hasil yang sama dengan invensi tersebut, maka invensi tersebut dianggap obvious dan tidak memenuhi langkah inventif.
Contoh Kasus Paten Inventive Step
- Putusan Komisi Banding Paten No. IDP000057723
Dalam kasus ini, pemohon mengajukan paten untuk “alat penghantaran dengan pelepasan terkontrol” yang menggunakan berbagai jenis polimer dan substrat. Namun, Komisi Banding Paten menolak klaim tersebut karena dianggap tidak mengandung langkah inventif.
Kombinasi bahan yang diajukan telah diungkapkan dalam dokumen sebelumnya (D1 dan D2), dan tidak ada efek tidak terduga yang dihasilkan dari kombinasi tersebut.
Dengan demikian, invensi tersebut dianggap sebagai hasil dari keterampilan rutin seorang ahli di bidangnya dan tidak memenuhi syarat langkah inventif sesuai dengan Pasal 3 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.
- Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 50/PATEN/2012/PN.NIAGA.JKT.PST
Dalam perkara ini, penggugat mengajukan gugatan pembatalan paten atas invensi berjudul “Insulasi Panas” dengan alasan tidak memenuhi syarat kebaruan dan langkah inventif.
Pengadilan menyatakan bahwa klaim 1 dan 2 dari paten tersebut tidak baru dan tidak mengandung langkah inventif karena telah diungkapkan dalam dokumen sebelumnya.
Meskipun pemohon menyatakan bahwa paten serupa telah diberikan di Australia dan Eropa, pengadilan menilai bahwa tidak ada bukti tertulis yang mendukung klaim tersebut dalam proses pemeriksaan di Indonesia.
Akibatnya, pengadilan memerintahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual untuk membuka dan memeriksa ulang permohonan paten tersebut.
- KSR International Co. v. Teleflex Inc., 550 U.S. 398 (2007) Amerika Serikat
Teleflex memegang paten atas kombinasi pedal gas kendaraan dengan sensor elektronik posisi pedal. KSR membuat sistem serupa dan digugat melanggar paten.
Mahkamah menyatakan bahwa kombinasi tersebut jelas (obvious) bagi seseorang yang ahli biasa (person having ordinary skill in the art), karena hanya menggabungkan teknologi yang telah diketahui dengan cara yang lazim.
Kasus ini merevolusi standar “non-obviousness” (langkah inventif) di sistem hukum paten AS. Mahkamah menolak pendekatan sempit dan mendorong penilaian yang lebih fleksibel, termasuk penggunaan akal sehat (common sense) dalam mengevaluasi obviousness.
- Apple Inc. vs. Samsung Electronics Co. Beberapa Yuridiksi (2011–2018)
Apple menuduh Samsung melanggar beberapa paten desain dan teknologi, termasuk fitur seperti “bounce-back” effect saat menggulir layar, slide to unlock, dan desain ikon aplikasi.
Dalam beberapa yurisdiksi, khususnya Eropa dan Korea Selatan, sebagian paten Apple dibatalkan karena tidak memenuhi langkah inventif. Misalnya, slide to unlock dianggap hanya menerapkan teknik UI yang sudah dikenal pada bentuk yang berbedadan itu bisa diduga oleh ahli biasa.
Pengadilan AS menilai sebagian invensi Apple memiliki cukup langkah inventif dan inovasi desain, terutama dalam menciptakan pengalaman pengguna yang baru. Kasus ini menegaskan bahwa perbedaan tipis dalam antarmuka atau fungsi bisa dianggap invensi, tergantung pada sejauh mana perbedaan itu tidak terduga.
Perbandingan dengan Hukum Internasional
Konsep inventive step tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga diakui dalam berbagai sistem paten di dunia. Dalam European Patent Convention (EPC), Pasal 56 menetapkan:
“An invention shall be considered as involving an inventive step if, having regard to the state of the art, it is not obvious to a person skilled in the art.”
Demikian pula dalam sistem paten Amerika Serikat, prinsip ini dikenal sebagai non-obviousness dan diatur dalam 35 U.S.C. §103.
Pengujian terhadap non-obviousness dilakukan melalui Graham v. John Deere Co. 383 U.S. 1 (1966), yang menetapkan empat faktor penting yaitu ruang lingkup prior art, perbedaan dengan invensi baru, tingkat keahlian rata-rata di bidangnya, dan bukti sekunder seperti kebutuhan pasar, kegagalan penemuan sebelumnya, serta pujian industri.
Indonesia sendiri telah menyesuaikan konsep inventive step ini untuk harmonisasi sistem kekayaan intelektual global, sebagai bagian dari komitmen dalam Perjanjian TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.
Pasal 27 ayat (1) TRIPS mensyaratkan bahwa paten harus diberikan pada invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan secara industri.
Penutup
Prinsip inventive step merupakan fondasi penting dalam sistem perlindungan paten, yang menjamin bahwa hanya invensi yang benar-benar inovatif yang mendapatkan hak eksklusif.
Di tengah batas tipis antara kreativitas biasa dan penemuan hukum, peran evaluasi yang objektif, standar internasional, serta keterlibatan ahli sangat krusial. Regulasi di Indonesia telah memberikan dasar hukum yang cukup, namun tantangan praktis di lapangan menuntut interpretasi dan penerapan yang konsisten, cermat, dan adil.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406
Sumber
Wendy van Zoelen. “Inventive Step Is a Vital Patent Requirement.” EP&C. https://www.epc.nl/en/blog/inventive-step-is-a-vital-patent-requirement.
Joseph Flood. “Inventive Step at the Unified Patent Court: 12-Months In, What Do We Know So Far?” D Young & Co, https://www.dyoung.com/en/knowledgebank/articles/upc-1year-inventive-step
The Convention on the Grant of European Patents
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
Putusan Komisi Banding Paten No. IDP000057723
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 50/PATEN/2012/PN.NIAGA.JKT.PST