Berita Hukum Legalitas Terbaru

Ketahui Pentingnya Sertifikasi Halal dalam Industri Makanan dan Minuman

Ilustrasi Sertifikasi Halal Industri Makanan dan Minuman

Sah! – Industri makanan dan minuman atau Food and Beverage (FnB) menjadi salah satu bidang industri yang berkembang pesat di Indonesia.

Sebagai salah satu negara mayoritas muslim, halal atau tidaknya suatu makanan dan minuman menjadi perhatian khusus dan sangatlah penting.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2024 membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang selanjutnya mengelola jaminan produk halal, termasuk makanan dan minuman.

Guna menjamin kehalalan makanan dan/atau minuman yang diproduksi, pelaku usaha harus memiliki Sertifikat Halal.

Sertifikat Halal sangat penting karena di negara mayoritas muslim seperti Indonesia, konsumen sangat memperhatikan dan mempertimbangkan kehalalan produk sebelum melakukan pembelian.

Sebagai pelaku usaha atau yang hendak menggeluti bidang Food and Beverage (FnB), penting untuk memiliki sertifikasi halal.

Untuk mengetahui tahapan permohonan sertifikasi halal dan kelebihan memiliki sertifikat halal, simak uraian di bawah ini!

Dasar Hukum Penerapan Sertifikasi Halal

Sertifikasi halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014).

Pasal 1 angka 10 memberikan definisi Sertifikat Halal sebagai berikut.

“Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.”

Dalam UU 33/2014 disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) adalah untuk memberikan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan, sera kepastian bahwa produk yang tersedia halal bagi masyarakat yang mengonsumsinya.

Selain itu, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.

Pasal 4 UU 33/2014 menyebutkan bahwa Sertifikat Halal wajib dimiliki oleh setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia.

Hal ini berarti Sertifikat Halal bukanlah sebuah opsi, melainkan keharusan atau syarat yang harus dipenuhi pelaku usaha di industri makanan dan minuman.

Akan tetapi, terdapat pengecualian bagi pelaku usaha yang memproduksi produk non-halal, sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 UU 33/2014, yaitu:

“Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20 dikecualikan dari mengajukan permohonan Sertifikat Halal.”

Lebih lanjut, Pasal 26 ayat (2) menjelaskan bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan non-halal wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk yang dipasarkannya.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 42/2024) juga mengatur mengenai Sertifikat Halal.

Selain mengatur mengenai hal tersebut, PP 42/2024 juga mengatur mengenai penetapan lokasi, tempat, dan alat untuk Proses Produk Halal (PPH).

PP 42/2024 juga mengatur mengenai lembaga yang berperan dalam proses sertifikasi halal, yaitu BPJPH, LPH, dan Auditor Halal.

Keuntungan memiliki Sertifikat Halal

Berikut beberapa keuntungan apabila pelaku usaha di bidang makanan dan minuman memiliki Sertifikat Halal.

Pertama, pelaku usaha yang memiliki Sertifikat Halal dapat meminimalisir terjadinya masalah hukum. Sertifikat Halal pada asasnya bersifat wajib bagi produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di Indonesia.

Dengan memiliki Sertifikat Halal, pelaku usaha di bidang makanan dan minuman dapat terhindar dari pengenaan sanksi administratif oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Kedua, meningkatkan kepercayaan konsumen. Produk yang telah memiliki Sertifikat Halal cenderung dapat meningkatkan kepercayaan konsumen yang membeli produk tersebut, terlebih Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim.

Ketiga, memperluas pangsa pasar. Konsumen seringkali merasa ragu terhadap produk yang belum memiliki Sertifikat Halal meskipun bahan-bahan yang digunakan bukan bahan non-halal.

Dengan memiliki Sertifikat Halal, pangsa pasar menjadi semakin luas dan dapat menjangkau lebih banyak konsumen muslim.

Tahap Permohonan Sertifikat Halal

PP 42/2024 menyebutkan bahwa permohonan Sertifikat Halal dapat dilakukan melalui beberapa tahapan.

Pertama, pengajuan permohonan Sertifikat Halal. Pelaku usaha dapat mengajukan permohonan Sertifikat Halal kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pengajuan ini dilakukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia melalui sistem elektronik terintegrasi.

Lebih lanjut Pasal 67 ayat (2) PP 42/2024 menjelaskan bahwa Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi oleh beberapa dokumen, diantaranya adalah data pelaku usaha; nama dan jenis produk yang hendak disertifikasi halal; daftar produk dan bahan yang digunakan; dan pengolahan produk.

Data pelaku usaha di atas dibuktikan dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) atau dokumen perizinan berusaha terkait.

Kedua, pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan sertifikat halal oleh BPJPH. BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan Sertifikat Halal paling lambat 1 (satu) hari sejak diterimanya permohonan.

Ketiga, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) menetapkan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk.

Setelah BPJPH menyatakan dokumen persyaratan lengkap dan sesuai, BPJPH menetapkan LPH untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk milik pelaku usaha.

Keempat, proses pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk pelaku usaha berdasarkan standar yang sebelumnya telah ditetapkan oleh BPJPH.

Auditor Halal juga turut berperan dalam melakukan pemeriksaan kehalalan produk yang dimiliki oleh pelaku usaha. Pemeriksaan ini dilakukan secara langsung di lokasi usaha pada saat proses produksi.

Kelima, penetapan Sertifikat Halal. Setelah seluruh proses selesai dan tidak ditemukan indikasi bahan atau produk non-halal pada produk makanan dan/atau minuman milik pelaku usaha, tahap selanjutnya adalah penetapan Sertifikat Halal.

Penetapan Sertifikat Halal ini dilakukan melalui sidang fatwa halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang selanjutnya disampaikan kepada BPJPH sebagai dasar penerbitan Sertifikat Halal.

BPJPH menetapkan Sertifikat Halal dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah BPJPH menerima informasi keputusan penetapan kehalalan produk dari MUI.

Setelah Sertifikat Halal terbit, pelaku usaha wajib mencantumkan label halal terhadap produk yang telah tersertifikasi.

Pembaruan Sertifikat Halal

Pembaruan Sertifikat Halal wajib dilakukan oleh pelaku usaha yang mengubah komposisi bahan dan/atau Proses Produk Halal (PPH) setelah memiliki Sertifikat Halal.

Perubahan komposisi mencakup juga pengembangan produk yang sebelumnya telah terdaftar dalam Sertifikat Halal milik pelaku usaha terkait.

Pembaruan Sertifikat Halal dilakukan melalui sistem elektronik terintegrasi dan diajukan kepada BPJPH.

Pasal 90 ayat (4) menyebutkan bahwa ketika melakukan pengajuan pembaruan Sertifikat Halal, pelaku usaha harus melampirkan beberapa dokumen, diantaranya dokumen perubahan komposisi bahan dari produk yang diproduksi pelaku usaha; dokumen kehalalan bahan yang diubah; dan dokumen perubahan PPH.

Selain itu, apabila pembaruan Sertifikat Halal dilakukan karena pengembangan produk, maka pelaku usaha juga harus melampirkan dokumen pengembangan produk.

Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan sertifikasi halal. Dengan sertifikat halal yang telah terdaftar, Anda tidak perlu khawatir lagi dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

Bagi yang hendak melakukan pengurusan sertifikasi halal, mendirikan lembaga/usaha, atau mengurus legalitas usaha dapat menghubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat langsung mengunjungi laman Sah.co.id.

Sah! Indonesia, solusi pengurusan pendirian dan legalitas usaha Anda!

Referensi:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal;
  2. Jaminan Produk Halal;

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *