Sah! – Kasus penarikan obat-obatan yang terbukti tercemar selalu menjadi perhatian publik. Sebagai lembaga yang bertugas memastikan keamanan obat dan makanan, BPOM punya peran besar dalam mengawasi produk yang beredar.
Tapi bagaimana jika pengawasan itu lalai dan akhirnya merugikan konsumen? Apakah ada sanksi hukum bagi BPOM atau pihak yang terlibat?
Artikel ini akan mengupas bagaimana hukum pidana bisa menjerat pihak yang bertanggung jawab dalam kasus seperti ini.
Perlindungan Konsumen dalam Kasus Obat Bermasalah
Di Indonesia, perlindungan konsumen dalam kasus obat bermasalah telah diatur dalam berbagai regulasi. Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) menjamin hak konsumen untuk mendapatkan produk yang aman, sementara Undang-Undang Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009) mengatur standar keamanan obat dan makanan.
Selain itu, Peraturan BPOM juga menetapkan prosedur pengawasan dan penarikan obat yang tidak sesuai standar.
Pada dasarnya, setiap produk yang beredar harus aman dikonsumsi, dan jika terjadi kelalaian dalam pengawasan yang menyebabkan obat tercemar tetap dijual, konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban.
Apakah BPOM Bisa Dipidana Jika Lalai?
BPOM sebagai lembaga tidak dapat dipidana secara langsung, tetapi pejabat atau pihak yang lalai dalam menjalankan tugasnya bisa dikenakan sanksi hukum.
Beberapa aturan yang dapat digunakan untuk menjerat mereka antara lain Pasal 359 KUHP, yang mengatur sanksi pidana jika kelalaian dalam pengawasan menyebabkan kematian, serta Pasal 360 KUHP, yang dapat menjerat pelaku jika kelalaian tersebut menyebabkan seseorang menderita sakit atau cacat.
Selain itu, Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa mengedarkan produk berbahaya tanpa pengawasan yang memadai dapat dihukum pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Kasus Penarikan Obat Tercemar yang Pernah Terjadi
Beberapa kasus besar menunjukkan bahwa kelalaian dalam pengawasan obat dapat berdampak fatal. Kasus sirup obat anak dengan kandungan etilen glikol menyebabkan ribuan anak mengalami gagal ginjal akut akibat kontaminasi zat beracun.
Kasus Valsartan, obat tekanan darah tinggi, juga ditarik dari peredaran setelah ditemukan mengandung zat berbahaya yang berisiko menyebabkan kanker.
Dari kasus-kasus ini, terlihat bahwa sistem pengawasan yang lemah dapat berakibat serius bagi masyarakat, sehingga penguatan regulasi dan pengawasan sangat diperlukan.
Apa yang Harus Dilakukan Agar Kejadian Serupa Tidak Terulang?
Agar kejadian serupa tidak terulang, beberapa langkah perlu diterapkan. Transparansi dalam pengawasan BPOM harus ditingkatkan agar publik mengetahui proses izin edar obat secara jelas.
Sanksi bagi pejabat yang lalai juga perlu diterapkan secara tegas jika terbukti ada kelalaian dalam pengawasan.
Selain itu, sistem recall yang lebih cepat harus diterapkan agar produk berbahaya dapat ditarik sebelum banyak orang terdampak. Kerja sama antara pemerintah, produsen, dan masyarakat juga sangat penting untuk memastikan keamanan obat yang beredar di pasaran.
Ketika BPOM lalai dalam pengawasan dan obat berbahaya sampai beredar luas, bukan hanya konsumen yang dirugikan, tetapi juga kredibilitas sistem kesehatan di Indonesia. Secara hukum, pejabat yang lalai bisa dijerat dengan pasal pidana yang berlaku.
Oleh karena itu, sistem pengawasan perlu diperketat, dan BPOM harus lebih transparan serta tegas dalam mengawasi produk yang beredar demi keselamatan masyarakat.
Pandangan Masa Depan
Reformasi Regulasi: Diperlukan perbaikan regulasi yang lebih ketat dan responsif dalam pengawasan obat untuk mengantisipasi risiko kontaminasi di masa depan.
Teknologi Pemantauan dan Recall Cepat: Penggunaan teknologi berbasis data dan AI dapat membantu BPOM dalam memantau peredaran obat secara real-time serta mempercepat proses recall jika ditemukan produk berbahaya.
Kelalaian dalam pengawasan obat dapat berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan sistem yang lebih transparan, pengawasan ketat terhadap produsen, serta sanksi tegas bagi pihak yang lalai.
Dengan peningkatan kerja sama antara pemerintah, industri farmasi, dan masyarakat, Indonesia dapat memastikan keamanan obat yang beredar serta mencegah tragedi akibat kelalaian regulasi.
Sah! menyediakan layanan konsultasi hukum dan bantuan dalam perizinan farmasi, termasuk pengurusan izin edar BPOM. Pastikan produk yang Anda pasarkan telah memenuhi standar hukum yang berlaku. Hubungi kami melalui WA 0851 7300 7406 atau kunjungi laman Sah.co.id untuk informasi lebih lanjut.