Sah! – Dalam kegiatan usaha bisnis, seringkali para pelaku usaha melakukan suatu kerja sama dengan pihak lain dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas bisnis masing-masing. Sehingga, hal ini tidak terlepas dengan adanya berbagai perjanjian yang harus dilakukan oleh para pihak.
Tujuan dari dilakukannya perjanjian tersebut yaitu salah satunya untuk mencegah terjadinya kegiatan di luar kesepakatan dengan memberlakukan peraturan kepada kedua belah pihak dan sebagai bentuk keabsahan dari kerja sama yang dijalankan bersama.
Oleh karena itu, suatu perjanjian memiliki arti yang penting bagi beberapa pihak yang membutuhkan. Sehingga, para pihak harus memahami dengan baik terkait bentuk perjanjian apa yang tepat untuk diberlakukan pada kerja sama yang dilakukannya.
Maka dari itu, dalam kesempatan kali ini akan membahas tentang macam-macam perjanjian beserta fungsi dari masing-masing perjanjian.
Pengertian
Sebelum masuk ke pengertian perjanjian itu sendiri, terdapat berbagai definisi perjanjian dari para ahli dan salah satunya dari Sudikno yang mendefinisikan bahwa hukum perjanjian
merupakan hubungan hukum kontraktual antara satu pihak dengan lainnya atau lebih yang memiliki akibat hukum.
Selain itu, adapun definisi lainnya dari R. Subekti yang menyatakan bahwa perjanjian merupakan suatu peristiwa yang dimana salah satu pihak membuat perjanjian dengan pihak lainnya dengan tujuan untuk melakukan tindakan atau hal tertentu.
Berasal dari pakar ahli lainnya yaitu Prof. Wirjono Prodjodikoro yang mengartikan bahwa perjanjian merupakan sebuah hubungan hukum yang dimana seseorang wajib untuk melakukan hal tertentu dan pihak lain memiliki hak untuk menuntut kewajiban dalam hukum perjanjian.
Adapun dari pakar ahli Abdulkadir yang menyatakan bahwa perjanjian merupakan sebuah kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu pengelolaan yang memiliki sifat materil.
Perjanjian sebagai kontrak merupakan bentuk perikatan yang memiliki konsekuensi hukum dan mengikat para pihak yang melakukannya serta berkaitan dengan hukum kekayaan dari para pihak yang terikat dalam perjanjian yang dilakukan.
Adapun dasar hukum dari perjanjian diatur melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1338 yang berbunyi, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, juga mengatur tentang asas kebebasan berkontrak.
Menurut pasal tersebut, menyatakan bahwa para pihak memiliki kebebasan dalam berkontrak atau membuat perjanjian baik dari segi isinya maupun bentuknya.
Asas Dalam Hukum Perjanjian
Kurang lebih terdapat dua belas asas yang terkandung dalam hukum perjanjian, antara lain sebagai berikut :
- Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
- Asas konsensualisme (consensualism)
- Asas kekuatan mengikat (pacta sunt servanda)
- Asas itikad baik (good faith)
- Asas keseimbangan
- Asas kepastian hukum
- Asas kepribadian (personality)
- Asas kebiasaan
- Asas kepercayaan
- Asas kepatutan
- Asas pelengkap
- Asas perlindungan
Syarat Sah Perjanjian
Dalam perjanjian itu sendiri, terdapat syarat sah yang harus dipenuhi agar suatu ikatan dapat dinyatakan sebagai perjanjian. Hal tersebut diatur melalui Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain yaitu :
- Kesepakatan para pihak, yaitu para pihak harus memiliki keinginan secara sukarela untuk mengikatkan diri yang dimana kesepakatan tersebut dapat dinyatakan secara terang-terangan atau diam-diam.
Berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata, secara a contrario bahwa perjanjian dinyatakan tidak sah jika kesepakatan yang terjadi mengandung unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan. - Kecakapan para pihak, yaitu hal ini diatur melalui Pasal 1329 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang cakap untuk membuat perjanjian kecuali bagi mereka yang dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang.
- Terkait suatu hal tertentu, adapun yang dimaksud dengan hal tertentu yaitu apa yang diperjanjikan hak dan kewajiban para pihak dan barang yang dimaksud dalam perjanjian ditentukan macamnya dan berupa barang yang dapat diperjualbelikan.
- Sebab yang halal, yaitu menggambarkan isi perjanjian itu sendiri dan tujuan apa yang akan dicapai oleh para pihak terkait. Isi perjanjian yang dimaksud tentu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Macam-Macam Perjanjian
Suatu perjanjian dibedakan menjadi dua kelompok, antara lain perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir.
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang dimana seseorang wajib untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Bentuk perjanjian ini terdiri dari empat macam, antara lain yaitu :
- Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang membebankan prestasi atau target kepada salah satu pihak.
Sementara, perjanjian timbal balik merupakan perjanjian yang membebankan prestasi atau target kepada kedua belah pihak. - Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban, yaitu perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang dimana salah satu pihak memberi keuntungan kepada pihak lainnya tanpa memperoleh manfaat untuk dirinya sendiri.
Sementara, perjanjian atas beban merupakan perjanjian yang memberi kewajiban kepada para pihak untuk memberikan prestasi. - Perjanjian konsensuil, perjanjian riil, dan perjanjian formil. Yang dimaksud dengan perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat mulai dari tercapainya kata sepakat dari para pihak.
Sementara, perjanjian riil merupakan perjanjian yang mensyaratkan penyerahan objek perjanjian selain mensyaratkan kesepakatan yang ada.
Sedangkan, perjanjian formil merupakan perjanjian yang terjalin atas formalitas tertentu yang sebagaimana diatur melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. - Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama, dan perjanjian campuran. Yang dimaksud dengan perjanjian bernama yaitu perjanjian yang diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara, perjanjian tak bernama merupakan perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan, perjanjian campuran adalah perjanjian yang berupa kombinasi antara dua atau lebih dari perjanjian bernama.
Selain itu, yang dimaksud dengan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang dimana seseorang tidak wajib untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Adapun bentuk perjanjian ini antara lain terbagi menjadi :
- Zakelijk overeenkomst, yaitu perjanjian yang menetapkan pemindahan suatu hak dari seseorang ke orang lain.
- Bevifs overeenkomst, yaitu perjanjian yang dimana untuk membuktikan sesuatu.
- Liberatoir overeenkomst, yaitu perjanjian yang dimana seseorang membebaskan orang lain dari suatu kewajibannya.
- Vaststelling overeenkomst, yaitu perjanjian yang dilakukan untuk mengakhiri perselisihan atau permasalahan yang terjadi di depan pengadilan.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, penulisan di atas bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai suatu perjanjian dan agar tidak keliru mengingat cukup beragamnya bentuk perjanjian yang ada.
Sah! Indonesia sebagai perusahaan yang bergerak melalui pelayanan jasa dalam bidang pengurusan legalitas usaha, turut serta dapat membantu dalam menyusun perjanjian yang diperlukan pada pembentukan badan usaha anda.
Bagi yang hendak ingin mendirikan badan usaha atau mengurus legalitas usaha dapat menghubungi nomor WhatsApp 0851 7300 7406 atau dapat mengunjungi situs laman Sah.co.id
Source:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
https://www.hukumonline.com/klinik/a/macam-macam-perjanjian-dan-syarat-sahnya-lt4c3d1e98bb1bc
https://www.gramedia.com/literasi/hukum-perjanjian/#Asas_Dalam_Hukum_Perjanjian