Berita Hukum Legalitas Terbaru
KUHP  

Isi Pasal 2 KUHP Terbaru, Pentingnya Menggali Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

Ilustrasi Pembubaran Legalitas

Sah! – Salam sejahtera, Bapak/Ibu pembaca yang budiman. Setelah membahas Pasal 1 KUHP terbaru pada artikel sebelumnya, kini kita akan melanjutkan pembahasan ke Pasal 2 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 2 ini membahas tentang “hukum yang hidup dalam masyarakat” yang memiliki peran penting dalam konteks penegakan hukum di Indonesia.

Pengantar: Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

Pasal 2 KUHP terbaru menyatakan bahwa selain hukum yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, terdapat pula hukum yang hidup dalam masyarakat yang bisa menentukan bahwa seseorang patut dipidana meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang formal. Inilah yang dikenal sebagai “living law” atau hukum yang hidup, yaitu norma-norma hukum yang berkembang secara dinamis dalam komunitas tertentu dan diakui serta diterapkan oleh anggota masyarakat tersebut.

Berikut adalah isi lengkap dari Pasal 2 KUHP terbaru:

  • Pasal 2
    1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
    2. Hukum yang hidup dalam masyarakat pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
    3. Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Mendalam: Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

Pasal 2 KUHP ini membuka ruang bagi hukum adat atau hukum yang berkembang dalam masyarakat tertentu untuk diakui dalam sistem hukum pidana Indonesia. Ini merupakan pengakuan terhadap pluralisme hukum di Indonesia, di mana berbagai norma dan nilai yang dianut oleh masyarakat di berbagai daerah juga diakui sebagai bagian dari hukum yang berlaku.

1. Hukum yang Hidup dan Asas Legalitas

Secara prinsip, Pasal 2 ayat (1) memberikan pengecualian terhadap asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1. Asas legalitas mengharuskan bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika perbuatan yang dilakukannya telah diatur dalam undang-undang yang berlaku sebelum perbuatan tersebut dilakukan. Namun, Pasal 2 ini menegaskan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat juga bisa menjadi dasar untuk menghukum seseorang, meskipun perbuatannya tidak secara eksplisit diatur dalam KUHP.

Hukum yang hidup dalam masyarakat ini adalah bentuk hukum tidak tertulis yang diterima dan dipraktikkan dalam komunitas tertentu. Contohnya adalah hukum adat yang masih diakui dan dipraktikkan oleh masyarakat adat di berbagai wilayah di Indonesia.

2. Syarat dan Batasan Penerapan Hukum yang Hidup

Meskipun Pasal 2 ayat (1) memberikan pengecualian, ayat (2) memberikan batasan yang sangat jelas. Hukum yang hidup dalam masyarakat hanya dapat diterapkan jika memenuhi syarat-syarat berikut:

  • Berlaku di tempat hukum tersebut hidup.
  • Tidak diatur dalam undang-undang formal.
  • Sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat internasional.

Batasan ini penting untuk mencegah terjadinya penindakan hukum yang tidak adil atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh negara Indonesia.

3. Pengaturan Lebih Lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 2 ayat (3) mengatur bahwa tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki peran aktif dalam menentukan dan mengatur bagaimana hukum adat atau hukum yang hidup dapat diterapkan dalam sistem hukum nasional.

Contoh Kasus: Penerapan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana hukum yang hidup dalam masyarakat diterapkan, berikut beberapa contoh:

1. Hukum Adat dalam Kasus Sengketa Tanah

Di beberapa wilayah Indonesia, sengketa tanah masih sering diselesaikan melalui mekanisme hukum adat. Misalnya, di masyarakat adat di Papua, sengketa tanah adat diselesaikan berdasarkan hukum adat setempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat. Meskipun sengketa tersebut tidak diatur secara rinci dalam undang-undang nasional, keputusan yang diambil berdasarkan hukum adat ini diakui dan dihormati oleh anggota komunitas setempat.

2. Penerapan Sanksi Adat untuk Pelanggaran Norma Sosial

Di beberapa daerah, tindakan yang melanggar norma sosial, seperti perzinahan atau pencurian kecil-kecilan, sering kali diselesaikan melalui hukum adat. Misalnya, di masyarakat Minangkabau, pelanggaran seperti ini dapat dikenai sanksi adat berupa denda atau sanksi sosial, seperti dikucilkan dari komunitas.

Tantangan dan Kritik Terhadap Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

Walaupun pengakuan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat ini penting, terdapat beberapa tantangan dan kritik yang perlu dipertimbangkan:

  1. Konsistensi dengan Hukum Nasional: Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memastikan bahwa hukum adat yang diterapkan sesuai dengan hukum nasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Tidak semua hukum adat mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila atau UUD 1945.
  2. Penegakan Hukum yang Adil: Ada kekhawatiran bahwa penerapan hukum adat dapat berujung pada ketidakadilan, terutama jika hukum tersebut diterapkan tanpa pengawasan yang memadai. Misalnya, sanksi yang terlalu berat atau diskriminatif dapat melanggar hak-hak individu yang diakui oleh hukum nasional.
  3. Potensi Penyalahgunaan: Pengakuan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menerapkan hukum secara sewenang-wenang, terutama jika tidak ada mekanisme pengawasan yang jelas dari pemerintah.

Kesimpulan

Bapak/Ibu pembaca yang terhormat, Pasal 2 KUHP terbaru mengakui keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai bagian dari sistem hukum pidana di Indonesia. Ini merupakan pengakuan terhadap pluralisme hukum dan kekayaan budaya yang ada di negara kita.

Namun, penerapan hukum yang hidup dalam masyarakat harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa penerapannya tidak bertentangan dengan hukum nasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Penting bagi kita untuk memahami bagaimana hukum adat dan hukum yang hidup ini berfungsi dalam masyarakat, serta bagaimana peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi penerapannya.

Dengan memahami Pasal 2 ini, kita dapat melihat bagaimana hukum di Indonesia berupaya untuk mengakomodasi keberagaman budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sembari tetap menjaga keselarasan dengan hukum nasional dan prinsip-prinsip fundamental negara.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini. Semoga penjelasan ini memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peranannya dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *