Sah! Dalam sepuluh tahun terakhir, kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) telah berkembang pesat dan menjadi salah satu inovasi paling penting dalam teknologi modern.
AI merujuk pada sistem atau mesin yang meniru kecerdasan manusia untuk melakukan tugas dan dapat secara otomatis mengumpulkan informasi untuk memperbaiki diri sendiri.
Pertanyaan penting tentang etika AI adalah bagaimana pengembang, produsen, dan operator harus berperilaku untuk meminimalkan kerugian moral yang dapat disebabkan oleh AI.
Seperti desain yang tidak baik, penerapan yang tidak tepat, atau penyalahgunaan. Cakupan etika kecerdasan buatan mencakup kekhawatiran saat ini, seperti bias dan privasi data dari sistem kecerdasan buatan.
Kekhawatiran jangka pendek dan menengah, seperti bagaimana kecerdasan buatan dan robot yang mempengaruhi pekerjaan dan lingkungan kerja dan kekhawatiran jangka panjang.
Seperti kemungkinan sistem kecerdasan buatan mencapai atau melampaui kemampuan manusia (dikenal sebagai superintelligensi).
Dari sudut pandang hukum, penggunaan AI menghadirkan masalah baru yang belum sepenuhnya ditangani oleh sistem hukum saat ini.
Indonesia adalah salah satu dari banyak negara yang belum menetapkan undang-undang AI yang komprehensif. Untuk mengembangkan undang-undang AI yang melindungi orang, beberapa aturan dapat digunakan sebagai dasar.
Seperti siapa yang bertanggung jawab ketika sistem AI membuat keputusan yang merugikan orang atau bagaimana hak asasi dilindungi dalam proses pengambilan keputusan otomatis yang dapat mengganggu keadilan.
Dalam dunia hukum, ada banyak pertanyaan tentang moralitas dan etika terkait penggunaan AI.
Dalam hal etika, kecerdasan buatan harus digunakan dengan transparansi, artinya proses pengambilan keputusan dan algoritma harus dijelaskan agar tidak bias atau diskriminasi. Misalnya, dalam analisis kasus hukum.
AI dapat memperkuat stereotip jika data pelatihannya tidak beragam, sehingga etikus harus memastikan bahwa manusia akan mengawasi hasil AI.
Selain itu, karena AI sering mengandalkan data sensitif klien, privasi data menjadi masalah penting. Kode etik profesi hukum menekankan kerahasiaan saat menggunakan AI.
Prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia mendapat perhatian yang meningkat terkait dengan etika kecerdasan buatan (AI) di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Floridi dan Cowls menekankan bahwa untuk memastikan penggunaan yang bertanggung jawab, pengembangan AI harus sesuai dengan prinsip masyarakat.
