Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

Belajar dari Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Ini Konsekuensinya Apabila Punya Merek yang Sama!

Ilustrasi Sengketa Merek di Indonesia

Sah! – Merek merupakan identitas dari suatu usaha yang menjadi pembeda dengan usaha lainnya. Merek memainkan peranan yang penting bagi suatu usaha terutama jika berhubungan dengan posisi mereka di mata masyarakat.

Banyak perusahaan yang berlomba untuk menguatkan reputasi merek mereka agar bisa mendapatkan basis pelanggan yang kuat. Merek bukan hanya sekedar nama saja akan tetapi elemen penting yang juga dapat dipandang sebagai aset bagi perusahaan.

Sengketa kekayaan intelektual merupakan permasalahan yang semakin sering terjadi seiring dengan ketatnya persaingan usaha di era sekarang. Merek sendiri merupakan salah satu kekayaan intelektual.

Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan hak-hak hukum yang berhubungan dengan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau suatu kelompok. HKI sendiri diatur dalam Undang-undang (UU) No. 20 Tahun 2016 Merek dan Indikasi Geografis.

Pengaturan Mengenai Merek di Indonesia

Pertama-tama mari kita lihat pengertian merek berdasarkan UU Merek yang terdapat pada Pasal 1 (1).

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Merek sendiri terbagi menjadi 3 jenis yakni : 

  1. Merek Dagang yang merupakan merek untuk digunakan pada barang yang diperdagangkan untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya. 
  1. Merek Jasa yang merupakan merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
  1. Merek Kolektif yang merupakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang seperti kesamaaan sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa.

Pada merek kolektif akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/ atau jasa sejenis lainnya.

Memiliki hak merek akan memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi identitas perusahaan. Dengan adanya hak kekayaan intelektual atas merek maka akan memberikan hak eksklusif bagi pemegang hak merek tersebut.

Hak eksklusif diberikan oleh negara. Hak tersebut diberikan kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. 

Contoh Kasus Sengketa Merek di Indonesia

Nyatanya, kasus sengketa merek seringkali terjadi, tidak terkecuali di Indonesia. Biasanya sengekta yang muncul adalah  kesamaan antar satu merek dengan merek yang lain.

Hal ini tentu harus segera ditangani mengingat tidak hanya kerugian ekonomi saja yang mungkin timbul akan tetapi juga dari segi implikasi hukumnya karena peraturan di Indonesia sendiri melarang penggunaan merek yang sama.

Pendaftaran merek dapat ditolak merujuk pada pasal 21 UU Merek jika memiliki persamaan dengan merek pihak lain. Indonesia sendiri menganut sistem first to file sehingga merek yang terdaftar lebih dulu akan mendapatkan hak merek.                                                                                                                         

Kasus Sengketa Merek Dalam Kesamaan antar Merek lokal 

  1. Geprek Bensu vs I Am Geprek Bensu

Salah satu kasus sengketa merek di Indonesia kali ini melibatkan seorang artis terkenal Indonesia, Ruben Onsu. Ruben Onsu pemilik usaha kuliner dengan nama Geprek Bensu menggugat PT Ayam Geprek Benny Sujono. 

Gugatan dilayangkan ke PN Niaga Jakarta Pusat. Ruben Onsu menggugat terkait Hak Kekayaan Intelektual merek Bensu. Gugatan dengan nomor perkara 57/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst tercatat pada 13 Januari 2020. 

Hasilnya gugatan Ruben Onsu ditolak seluruhnya oleh majelis hakim PN Niaga Jakarta Pusat. Majelis hakim justru mengabulkan gugatan gugatan balik dari PT Ayam Geprek Benny Sujono.

Hakim juga menyatakan, PT Ayam Geprek Benny Sujono adalah sah sebagai pemilik dan pemakai pertama untuk merek bisnis I Am Geprek Bensu sehingga sertifikat pendaftaran dengan enam nama Geprek Bensu milik Ruben Onsu dibatalkan.

Dalam sistem perlindungan HKI, Indonesia  menerapkan sistem first to file sehingga nama “Bensu” yang pertama kali telah di daftarkan pada 3 Mei 2017 oleh I Am Geprek Bensu menjadi hak merek milik PT Ayam Geprek Benny Sujono 

Dengan demikian “I Am Geprek Bensu” yang telah mendaftarkan mereknya terlebih dahulu  memperoleh perlindungan hukum atas hak mereknya. 

Sebagai tambahan, Ruben Onsu sendiri juga pernah menjadi duta promosi I Am Geprek Bensu sebelum membuka Geprek Bensu.  Putusan pengadilan menganggap bahwa Ruben Onsu sebagai pendaftar hak cipta merek dagangnya memiliki itikad yang tidak baik. 

Alasannya Geprek Bensu memiliki kesamaan mulai dari produk sajian yang dijual, warna logo, dan gambar ayam di logo dengan merek I am Geprek Bensu

  1. MS Glow vs PS Glow

Kasus sengketa merek dagang ini melibatkan industri kecantikan dari merek MS Glow melawan merek PS Glow.

Kasus tersebut berawal pada 13 Agustus 2021 lalu ketika pemilik MS Glow, yakni Juragan 99 dan Shandy Purnamasari melaporkan pemilik PS Glow yakni Putra Siregar ke Bareskrim Polri wilayah Medan atas dugaan kejahatan merek dan rahasia dagang.

Pihak MS Glow mengajukan pembatalan merek PS Glow ke Pengadilan Negeri Medan dengan alasan merek PS Glow menyerupai merek miliknya. 

Menolak hal tersebut, pihak PS Glow mengajukan gugatan balik pemilik MS Glow ke Pengadilan Negeri Surabaya dan mengklaim bahwa PS Glow dan merek dagang MS Glow berada di merek kelas yang berbeda.

Kasus sengketa merek dagang ini dimenangkan oleh PS Glow karena disebutkan bahwa mereknya berbeda dari yang digugatkan. 

Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan bahwa PT Pstore Glow Bersinar Indonesia mengantongi hak eksklusif atas merek dagang PS Glow dan merek dagang tersebut telah terdaftar di DJKI Kemenkumham.

Akibat kasus sengketa merek dagang tersebut, pihak MS Glow harus membayar ganti rugi dengan nilai yang cukup fantastis, yakni Rp37 miliar karena masalah hak cipta merek dagang.

Kasus Sengketa Dalam Kesamaan Merek Lokal vs Merek Asing

  1. IKEA Internasional vs IKEA Lokal

Kasus sengketa merek yang melibatkan perusahaan lokal vs perusahaan asing adalah kasus antara IKEA internasional yang merupakan perusahaan dari Belanda melawan IKEA milik lokal yang berasal dari perusahaan Surabaya, PT Ratania Khatulistiwa. 

IKEA internasional merupakan singkatan dari Ingvar Kamprad Elmatayd Agunnaryd sedangkan IKEA lokal adalah kependekan dari Intan Khastulistiwa Esa Abadi.

Dimana terdapat pengaturan pada Pasal 61 (2) UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yang saat itu digunakan bahwa apabila merek tersebut tidak digunakan oleh pemiliknya selama 3 (tiga) tahun berturut turut maka dapat dihapus dari Daftar Umum Merek

IKEA internasional berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti tidak menggunakan merek dagangnya untuk kelas barang/jasa 21 dan 20 terdaftar selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak merek dagang tersebut terdaftar pada Direktorat Merek.

Dalam putusan nomor 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015, majelis hakim memenangkan pihak IKEA lokal yang berasal dari Surabaya. Putusan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

  1. Starbuck Kopi vs Starbuck Rokok

Sengketa ini melibatkan Starbucks yang merupakan perusahaan kedai kopi terkenal asal Amerika Serikat dengan Sumatra Tobacco Trading Company (STTC) yang juga memiliki merek “Starbucks” untuk produk rokok mereka. 

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak gugatan Starbucks asal Amerika Serikat dengan alasan bahwa kedua merek tersebut berada pada kelas merek yang berbeda dan STTC mendaftar terlebih dahulu. 

Starbucks asal Amerika Serikat kemudian mengajukan kasasi atas hasil putusan tersebut. Hasilnya keberatan dari Starbucks diterima pada tingkat kasasi.

Majelis kasasi memenangkan Starbucks Amerika Serikat dengann mempertimbangkan bahwa merek “Starbucks” milik STTC memiliki persamaan yang cukup signifikan dalam hal bunyi dan penulisan dengan merek “Starbucks” milik Amerika Serikat. 

Walaupun berbeda kelas merek, mengacu pada UU Merek sendiri memang persamaan tersebut juga dilarang berdasarkan Pasal 21 (c) : “Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu;”

Selain itu, majelis kasasi juga menilai bahwa pendaftaran merek STTC didasari itikad tidak baik karena berpotensi menyesatkan konsumen.

Sah! memberikan layanan konsultasi terkait Hak Kekayaan Intelektual untuk itu apabila kamu punya tertarik atau punya pertanyaan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan Sah! dengan mengunjungi laman Sah.co.id atau menghubungi WA 0851 7300 7406.

Source : 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4706459/selain-goto-berikut-6-sengketa-merek-dagang-di-indonesia-yang-mencuat-ke-publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *