Berita Hukum Legalitas Terbaru
Bisnis  

Bagaimana ESG Membuka Pintu Pendanaan Baru untuk Industri pada Tahun 2025

Ilustrasi Corporate Social Responsibility (CSR)
Sumber foto: istock

Sah! – Dunia bisnis di tahun 2025 mengalami transformasi signifikan. Konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) bukan lagi sekedar jargon, melainkan menjadi pondasi penting dalam pengambilan keputusan investasi dan operasional perusahaan. 

Industri yang mampu mengintegrasikan prinsip ESG secara efektif, kini menikmati akses pendanaan yang lebih luas dan berkelanjutan. 

Sebaliknya, perusahaan yang abai terhadap isu ESG, semakin kesulitan mendapatkan dukungan finansial.

ESG Sebagai Tolak Ukur Investasi

Lembaga keuangan, investor institusional, hingga venture capital, semakin ketat menerapkan standar ESG dalam mengevaluasi potensi investasi. 

Mereka tidak hanya melihat potensi keuntungan finansial semata, tetapi juga dampak lingkungan dan sosial yang dihasilkan oleh suatu bisnis. 

Investasi pada perusahaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, dianggap lebih aman dan menjanjikan keuntungan jangka panjang.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. 

Regulasi ini mendorong lembaga keuangan untuk mempertimbangkan aspek ESG dalam setiap aktivitas bisnisnya.

UU Cipta Kerja Mendorong Implementasi ESG

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, turut berperan dalam mendorong implementasi ESG di Indonesia. 

Melalui berbagai perubahan regulasi dan kemudahan perizinan, UU Cipta Kerja memberikan insentif bagi perusahaan untuk berinvestasi pada teknologi ramah lingkungan dan praktik bisnis yang berkelanjutan. 

Hal ini membuka peluang bagi industri untuk meningkatkan kinerja ESG mereka dan menarik minat investor.

Pemerintah juga memberikan berbagai insentif fiskal bagi perusahaan yang berinvestasi dalam energi terbarukan, pengelolaan limbah, dan program-program sosial. Insentif ini menjadi daya tarik tersendiri bagi investor yang peduli terhadap isu ESG.

Akses Pendanaan Hijau Semakin Mudah

Pada tahun 2025, akses terhadap pendanaan hijau (green financing) semakin mudah dan beragam. Bank dan lembaga keuangan lainnya menawarkan berbagai produk keuangan yang dirancang khusus untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan. 

Obligasi hijau (green bonds) menjadi instrumen investasi populer yang memungkinkan perusahaan untuk menggalang dana dari pasar modal dengan tujuan membiayai proyek-proyek ramah lingkungan.

Selain itu, Sustainable Development Goals (SDGs) linked bonds juga semakin diminati. Obligasi ini memungkinkan perusahaan untuk mengaitkan tingkat kupon dengan pencapaian target-target keberlanjutan yang telah ditetapkan.

Industri manufaktur yang selama ini dikenal sebagai penyumbang polusi terbesar, mulai bertransformasi menuju praktek produksi yang lebih bersih dan efisien. 

Perusahaan-perusahaan manufaktur yang berhasil mengadopsi teknologi ramah lingkungan dan menerapkan prinsip ekonomi sirkular, berhasil menarik investasi dari investor yang peduli terhadap isu lingkungan.

Meskipun implementasi ESG di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif, masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang ESG di kalangan pelaku bisnis, menjadi salah satu kendala utama. 

Selain itu, ketersediaan data dan standar pengukuran ESG yang terpercaya, masih terbatas.

Namun, tantangan ini juga membuka peluang bagi perusahaan konsultan, lembaga sertifikasi, dan penyedia solusi teknologi untuk mengembangkan layanan yang mendukung implementasi ESG di Indonesia. 

Pemerintah juga perlu terus mendorong sosialisasi dan edukasi tentang ESG, serta mengembangkan standar pengukuran yang jelas dan terukur.

Bagaimana Cara Industri Memastikan Kinerja ESG yang Baik

Untuk memastikan kinerja ESG yang baik, industri perlu melakukan berbagai langkah. Pertama, menetapkan tujuan dan target yang jelas dan terukur terkait dengan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. 

Target ini harus realistis, ambisius, dan selaras dengan strategi bisnis secara keseluruhan.  ESG tidak boleh hanya dianggap sebagai tambahan atau kewajiban eksternal, tetapi harus diintegrasikan ke dalam strategi bisnis inti. 

Ini berarti mempertimbangkan dampak ESG dalam setiap keputusan bisnis, mulai dari pengembangan produk hingga pengelolaan rantai pasokan. 

Selanjutnya, industri perlu mengembangkan sistem pengukuran dan pemantauan yang efektif untuk melacak kinerja ESG mereka. 

Ini melibatkan pengumpulan data yang relevan, penggunaan indikator kinerja utama (KPI), dan pelaporan secara berkala kepada pemangku kepentingan.  

Untuk memvalidasi kinerja ESG, industri dapat melakukan audit independen dan mendapatkan sertifikasi dari lembaga yang terpercaya. 

Sertifikasi seperti ISO 14001 (lingkungan) dan SA8000 (sosial) dapat membantu meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan pemangku kepentingan.

Industri juga harus transparan dalam melaporkan kinerja ESG mereka kepada publik dan pemangku kepentingan lainnya. Laporan keberlanjutan atau laporan tahunan terintegrasi dapat digunakan untuk mengkomunikasikan informasi ESG secara komprehensif.  

Penting untuk melibatkan pemangku kepentingan utama, seperti karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat sipil, dalam proses pengambilan keputusan terkait ESG. 

Keterlibatan ini dapat membantu mengidentifikasi risiko dan peluang, serta membangun dukungan untuk inisiatif ESG.

Terakhir, industri perlu memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas kepada karyawan mereka tentang isu-isu ESG. 

Hal tersebut akan membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya ESG, serta memastikan bahwa semua orang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi pada kinerja ESG yang baik.  

Industri juga dapat berkolaborasi dengan perusahaan lain, lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lembaga riset untuk berbagi praktik terbaik dan mengatasi tantangan ESG bersama-sama. 

Kemitraan tersebut dapat membantu mempercepat kemajuan dan meningkatkan dampak positif dari inisiatif ESG. 

Dengan menerapkan langkah-langkah diatas, industri dapat memastikan bahwa mereka tidak hanya memenuhi kewajiban regulasi, tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dan masyarakat secara keseluruhan. 

Kinerja ESG yang baik dapat meningkatkan reputasi perusahaan, menarik investasi, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi risiko bisnis.

Di tahun 2025, ESG bukan lagi sekadar tren melainkan pondasi utama dalam dunia investasi. Industri yang sukses menerapkan prinsip ESG membuka lebar pintu pendanaan baru, termasuk pendanaan hijau, obligasi berkelanjutan, dan insentif fiskal dari pemerintah. 

UU Cipta Kerja dan POJK tentang Keuangan Berkelanjutan menjadi landasan hukum yang mendorong implementasi ESG di Indonesia. 

Meskipun tantangan seperti kurangnya kesadaran dan data masih ada, peluang kolaborasi dan inovasi terbuka lebar, khususnya bagi UMKM. 

Masa depan investasi di Indonesia akan didominasi oleh bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Jangan lewatkan kesempatan untuk membuka pintu pendanaan baru bagi bisnis Anda. 

Daftarkan usaha Anda sekarang di Sah! Indonesia dan tunjukkan komitmen Anda terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. 

Dapatkan kemudahan dalam mengurus izin usaha dan legalitas perusahaan Anda. Kunjungi Sah.co.id sekarang!

Source:

Peraturan

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *