Berita Terbaru Hari Ini, Update dan Terpercaya
banner 728x250

Viral Perceraian Artis, Ini Hak dan Kewajiban Pasca Perceraian!

Sah!- Perceraian tentu merupakan isu yang sudah tidak asing lagi. Apalagi saat ini banyak publik figur yang memilih dan dikabarkan mengalami keretakan rumah tangga hingga berakhir perceraian. Dari viralnya banyak kasus perceraian, mungkin akan muncul pertanyaan tentang “apa perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat?” atau “apa saja hak-haknya bagi pihak istri maupun suami?”. Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut penjelasan yang perlu anda ketahui seputar perceraian. 

Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat

Sebelum membahas lebih jauh mengenai hak dan kewajiban pasca perceraian, kita wajib terlebih dahulu mengetahui perbedaan dua perceraian yakni talak dan gugat. Dalam sistem hukum, perceraian diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019, bagi yang muslim berlaku juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan PP No. 9 Tahun 1975. Berikut penjelasan perbedaan keduanya : 

  • Cerai talak

Cerai talak adalah permohonan cerai yang diajukan oleh pihak suami. Suami mengajukan permohonan talak kepada Pengadilan Agama yang nantinya jika dikabulkan sang suami harus hadir untuk mengucapkan talaknya di depan hakim. Jika tidak datang secara langsung, maka permohonan dapat dianggap gugur. Dasar hukum cerai ini ada pada pasal 114, 129-130 KHI dan pasal 14-18 PP No. 9 Tahun 1975. 

  • Cerai gugat

Cerai gugat ini dimohonkan oleh pihak istri kepada Pengadilan Agama. Namun, gugatan cerai ini harus berdasarkan sebab yang merugikan, jelas, ataupun diakui oleh hukum (Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975) seperti suami berzina atau selingkuh, melakukan KDRT, meninggalkan tanpa alasan yang jelas, dan tidak memberi nafkah. Dasar hukum dari perceraian ini ada pada pasal 132-148 KHI. 

Hak dan Kewajiban Pihak Suami dan Pihak Istri Pasca Perceraian 

Terkait hak dan kewajiban suami istri pasca perceraian telah diatur secara normatif dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga KHI. Dalam UU Perkawinan, tidak ada perbedaan hak dan kewajiban akibat cerai talak maupun cerai gugat. 

Pasal 41 UU tersebut menyebutkan bahwa pihak suami memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik anaknya guna kepentingan sang anak, bertanggung jawab atas semua biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut, dan dapat diwajibkan untuk memberikan biaya penghidupan. Sedangkan pihak istri juga berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak, ikut serta memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak jika mantan suami tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, ataupun mendapatkan kewajiban lainnya sesuai ketentuan pengadilan. 

Berbeda dengan yang telah diatur dalam UU Perkawinan, KHI mengatur hak dan kewajiban akibat cerai talak berbeda dengan cerai gugat. Pasal 149 KHI menyebutkan bahwa kewajiban suami pasca cerai talak adalah sebagai berikut : 

  1. Memberikan mut’ah (nafkah penghiburan atau kompensasi) yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul; 
  2. Memberi nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian) kepada bekas istri selama dalam masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bain atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil; 
  3. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul; 
  4. Memberikan biaya hadhanan (nafkah anak) untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun. 

Dari kewajiban tersebut, maka dapat diketahui bahwa pihak istri berhak untuk : 

  1. Mendapatkan mut’ah yang layak berupa uang ataupun barang kecuali dalam keadaan qobla al dukhul;
  2. Mendapatkan nafkah, maskan, dan kiswah yang layak saat masa iddah kecuali telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;
  3. Mendapatkan hak asuh anak jika masih dibawah umur 12 tahun dan nafkah anak yang masih dibawah umur 21 tahun;
  4. Berhak untuk harta bersama (harta yang didapat saat atau selama pernikahan) yang dibagi sesuai dengan ketentuan pasal 96 dan 97 KHI;
  5. Berhak atas nafkah lampau jika sebelumnya bekas suami tidak memberikan nafkah selama perkawinan. 

Sedangkan jika cerai gugat, KHI tidak mengatur kewajiban suami, namun yang pasti adalah pihak istri berhak untuk mendapatkan hak asuh anak yang masih berusia dibawah 12 tahun, mendapatkan nafkah lampau dan nafkah selama masa Iddah (kecuali jika nusyuz atau tidak taat dan membangkang pihak suami), serta mendapatkan pembagian harta bersama sebagaimana pada cerai talak. 

Mengenai hak suami memang tidak disebutkan secara jelas atau rinci, namun dari pasal 150 KHI diketahui bahwa pihak suami berhak untuk meminta rujuk kepada pihak istri selama masa iddah (kecuali dalam kondisi lian). Mereka juga berhak untuk turut terlibat dalam pertumbuhan dan pendidikan anaknya. Kewajiban pihak istri juga tidak disebutkan secara gamblang namun yang pasti pihak istri berkewajiban untuk menghormati masa iddah dengan menjaga dirinya, mengembalikan barang yang milik suami jika itu bukan harta bersama atau gono-gini, menjalankan hak asuh dengan penuh tanggung jawab, tidak menghalangi pihak suami ketika ingin bertemu anaknya.

Namun, selain hak dan kewajiban yang telah diatur secara normatif sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hakim juga dapat memutuskan untuk memberikan hak ataupun kewajiban lainnya dengan berdasarkan kepada asas ius curia novit dan pertimbangan dari permohonan penggugat atau pemohon. Hal ini tetap harus sesuai dengan ketentuan normatif dan rasa keadilan. Contoh hak dan kewajiban lainnya adalah suami wajib membayar pengobatan istri jika terjadi KDRT, wajib menjaga nama baik satu sama lain pasca perceraian, ataupun istri tidak boleh menghalangi suami apabila ingin bertemu sang anak. 

Pastikan legalitas usaha dan produk anda bersama SAH Indonesia. Kami siap menjadi partner legalitas terpercaya yang memberikan bantuan dan konsultasi hukum terbaik. Silahkan untuk menghubungi kami di nomor WA 0856 2160 034 atau kunjungi laman Sah.co.id.