Berita Hukum Legalitas Terbaru

Pelaku Usaha Wajib Tahu Perbedaan AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL

industrial power plant skyline

Sah! – Di tengah maraknya perizinan dalam dunia usaha dewasa ini, ternyata masih banyak orang yang belum tahu akan perbedaan AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL. Dalam menjalankan sebuah kegiatan usaha, tentunya faktor legalitas sangat penting untuk diperhatikan bagi setiap pelaku usaha. Sehingga keberadaan AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL sangatlah penting untuk diketahui.

Ketiganya merupakan unsur dari perizinan berusaha berdasarkan kelayakan usaha tersebut terhadap dampak lingkungan di sekitarnya. Dimana baik AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL dimaksudkan sebagai sebuah kajian apakah kegiatan usaha tersebut memperhatikan faktor linkungan atau tidak.

Jika berdasarkan kajiannya kegiatan usaha tersebut dapat memenuhi syarat terkait dampak lingkungannya, maka kegiatan usaha tersebut dapat dijalnkan dengan memperoleh dokumen AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL sesuai dengan skala kegiatan usaha tersebut.

Penjabaran terperinci mengenai perbedaan AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL sebenarnya telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutanya disebut PP Nomor 22 Tahun 2021).

PP Nomor 22 Tahun 2021 pada dasarnya telah memberikan penjelasan yang komprehensif terkait ketiga dokumen tersebut mulai dari tahapan awal hingga akhir .

Secara yuridis konseptual, perbedaan AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti definisi, skala usaha, dampak lingkungan, format pembuatan, hingga mekanisme penyusunannya.

 

Definisi

Secara definitif, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut AMDAL adalah Kajian mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Sementara UKL-UPL merupakan singkatan dari  Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Sedangkan SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) adalah  pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup atas Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha dan/atau Kegiatannya di luar Usaha dan atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL.

 

Skala Usaha

Berkaitan dengan skala usaha antara AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL pada dasarnya diatur masing-masing dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 PP Nomor 22 Tahun 2021. Dalam pasal a quo dijelaskan secara terperinci mengenai perbedaan skala usaha ketiganya.

Dalam Pasal 5 PP a quo dinyatakan bahwa AMDAL digunakan untuk rencana usaha yang memiliki dampak penting pada lingkungan hidup. Selain itu rencana usaha yang berlokasi di dalam hutan lindung atau berbatasan dengan hutan lindung juga wajib memiliki AMDAL.

Adapun pada Pasal 6 PP a quo menjelaskan bahwa usaha skala menengah yang rencana usahanya tidak memiliki dampak secara langsung pada lingkungan dapat mengajukan izin lingkungan berupa UKL-UPL.

Sedangkan untuk skala usaha kecil yang tidak termasuk dalam kriteria UKL-UPL cukup mengajukan SPPL. Hal tersebut secara tegas dapat dilihat secara eksplisit sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PP a quo.

Untuk mengetahui skala usaha yang harus memiliki AMDAL ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup sedangkan skala usaha yang wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL diatur oleh Keputusan Kepala Daerah.

 

Dampak Lingkungan

Secara dampak, suatu kegiatan usaha wajib memiliki AMDAL jika usaha tersebut berpotensi mengubah bentuk lahan dan bentang alam, mengeksploitasi sumber daya alam, menimbulkan pencemaran atau kerusakan alam, dan mempengaruhi pelestarian Kawasan konservasi sumber daya alam.

Di sisi lain, jika kegiatan usaha tersebut tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan, maka hanya memerlukan UKL-UPL. Dimana kriterianya diatur langsung oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sedangakan bagi kegiatan usaha yang tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan serta tidak termasuk dalam kriteria wajib UKL-UPL, masuk ke dalam kategori kegiatan usaha yang hanya membutuhkan SPPL.

 

Format Pembuatan Dokumen

Dari segi format pembuatan dokumen, AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL memiliki perbedaan format satu sama lain. Format ketiganya pun diatur secara berbeda dengan landasan hukum yang berbeda pula.

Format pembuatan AMDAL mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sedangakan untuk format penyusunan UKL-UPL dan SPPL, formatnya diatur pada lampiran PP Nomor 22 Tahun 2021.

 

Mekanisme Penyusunan

Karena kegiatan usaha yang membutuhkan AMDAL memiliki dampak lingkungan yang penting, maka tentunya mekanisme penyusunan AMDAL sifatnya lebih kompleks jika dibandingkan dengan mekanisme penyusunan UKL-UPL dan SPPL.

Dalam penyusunan AMDAL diperlukan adanya keterlibatan tim ahli dan komisi penilai AMDAL agar dapat secara ketat menilai risiko dan pengaruh besar yang dapat ditimbulkan dari kegiatan usaha terhadap perubahan struktur alam dan lingkungan.

Sementara itu, pada kegiatan usaha yang membutuhkan UKL-UPL, mekanisme penyusunannya berbeda-beda tergantung pada aturan setiap daerah. Hal ini kan setiap daerah memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda pula,

Sedangkan pada kegiatan usaha yang hanya membutuhkan SPPL, tentu mekanisme penyusunannya jauh lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan AMDAL ataupun UKL-UPL. Mekanismenya pada umumnya hanya dengan mengisi form dan mendaftarkannya ke instansi lingkungan hidup terkait.

Meskipun terdapat banyak perbedaan antara AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL, namun pada prinsipnya ketiganya memliki beberapa kesamaan diantaranya seperti waktu penyusunan dan tujuan penyusunannya.

Salah satu kesamaan dari ketiga dokumen lingkungan hidup ini dapat dilihat dari waktu penyusunannya. Baik AMDAL, UKL-UPL dan SPPL sama-sama disusun sebelum kegiatan usaha dilaksanakan. Sebelum memulai usaha, pemilik usaha harus wajib mengantongi izin lingkungan.

Kegiatan atau rencana usaha yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap dampak  lingkungan memiliki resiko yang tinggi sehingga persamaan AMDAL, UKL-UPL dan SPPL wajib diurus jauh-jauh hari sebelum bisnis yang dimiliki dapat dijalankan.

Persamaan lainnya juga dapat dilihat dari tujuan penyusunannya. Dimana tujuan penyusunan dokumen AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL dilihat sebagai upaya mitigasi terhadap rencana usaha yang memiliki dampak lingkungan nantinya.

Ketiga dokumen lingkungan tersebut juga dapat menjadi acuan pemerintah dalam mengambil kebijakan terhadap masalah lingkungan dan sosial nantinya. Mengingat dokumen tersebut memuat segala kajian terperinci mengenai dampak-dampak yang berpotensi terjadi dari kegiatan usaha tersebut.

 

Konsultasikan permasalahan bisnis Anda dengan Sah!, dimana Sah! menawarkan berbagai layanan berupa dan tidak terbatas pada pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Kunjungi laman sah.co.id untuk info lebih lanjut.

 

Source:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan

https://blog.justika.com/dokumen-bisnis/perbedaan-amdal-ukl-upl-dan-sppl/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *