Sah! – Indonesia, dengan mayoritas penduduk muslim, memastikan produk halal melalui undang-undang. Setiap makanan dan minuman yang dijual harus memiliki label halal. Tanpa label ini, tidak ada jaminan kehalalan.
UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU Produk Halal) menyatakan bahwa produk halal adalah produk yang telah dinyatakan sesuai dengan syariat Islam. Jaminan Produk Halal (JPH) memberikan kepastian hukum terhadap kehalalan produk melalui Sertifikat Halal.
Sertifikasi halal diberikan oleh MUI dan diakui oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal dari MUI. UU Perlindungan Konsumen juga melarang produksi dan perdagangan barang yang tidak memenuhi standar halal, sesuai dengan label “halal” yang tertera.
Produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal (Pasal 4 UU Produk Halal). Namun, ada pengecualian bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), yang hanya perlu memberikan pernyataan halal sesuai standar BPJPH.
Pengecualian ini menuai pro dan kontra. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyebut bahwa self-declaration berisiko melanggar hak konsumen. Pemerintah harus memastikan aturan turunan yang kuat untuk melindungi konsumen.
Cara Memperoleh Sertifikasi Halal:
- Pelaku usaha harus:
- Memberikan informasi benar, jelas, dan jujur
- Memisahkan lokasi, alat, dan proses produk halal dan tidak halal
- Memiliki penyelia halal
- Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH
- Setelah memperoleh sertifikat halal, pelaku usaha wajib:
- Mencantumkan label halal pada produk
- Menjaga kehalalan produk
- Memperbarui sertifikat halal sebelum masa berlaku berakhir
- Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH (Pasal 25 UU Produk Halal)
Jika tidak melakukan kewajiban ini, pelaku usaha dikenai sanksi administratif (Pasal 48 angka 8 UU Cipta Kerja).
Pelaku usaha wajib mencantumkan label halal yang berlaku nasional. Label harus mudah dilihat, dibaca, dan tidak mudah dihapus atau dirusak. Selain itu, Pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan produk bisa dipidana hingga 5 tahun atau didenda maksimal Rp2 miliar.
Produk yang Diharamkan:
Produk yang diharamkan meliputi bahan hewani seperti bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih tidak sesuai syariat.
Bahan tumbuhan halal kecuali yang memabukkan atau membahayakan kesehatan. Bahan mikroba dan hasil rekayasa genetik haram jika tercampur dengan bahan haram.
Pelaku usaha yang memproduksi produk haram tidak perlu sertifikat halal, tetapi wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk (Pasal 26 UU Produk Halal).
Itulah beberapa hal label halal yang bisa teman-teman ketahui. Jangan lupa sebelum buka bisnis pastikan kalau badan usaha nya ada izin ya. Gunakan jasa Sah!, karena menyediakan layanan untuk membantu mendirikan badan usaha.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha dapat kunjungi laman Sah.co.id.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406
Source: