
Sah! – Dalam dunia bisnis, pencarian figur pemimpin yang berdisiplin tinggi, tegas, dan memiliki kemampuan manajerial yang kuat adalah hal yang lumrah. Tak jarang, sosok prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dianggap memiliki kriteria ideal tersebut. Namun, pernahkah Anda bertanya, bolehkah seorang anggota TNI yang masih aktif bertugas menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris di sebuah perusahaan swasta maupun BUMN?
Jawabannya, berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, adalah tegas tidak boleh. Terdapat larangan yang fundamental dan diatur secara spesifik untuk menjaga batas antara ranah pertahanan negara dan dunia bisnis.
Larangan ini bukanlah untuk merendahkan kemampuan manajerial para prajurit, melainkan sebuah benteng hukum yang dirancang untuk melindungi tiga hal sekaligus: profesionalisme institusi TNI, netralitas negara, dan iklim usaha yang sehat.
Landasan Hukum yang Mengatur Larangan
Aturan mengenai larangan rangkap jabatan ini sangat jelas dan tertuang dalam produk hukum tertinggi yang mengatur TNI.
- Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia: Ini adalah payung hukum utamanya. Pasal 39 secara eksplisit menyebutkan berbagai larangan bagi prajurit aktif, di antaranya pada butir ke-2 yaitu: “melakukan kegiatan bisnis”. Menjabat sebagai direksi atau komisaris, yang bertugas menjalankan dan mengawasi kegiatan perusahaan, secara inheren adalah bagian inti dari kegiatan bisnis.
- Pasal 47 dalam UU yang sama juga mempertegas pemisahan ini. Pasal tersebut mengatur bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil pada kantor-kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, dan Narkotika Nasional. Untuk menduduki jabatan di luar itu, prajurit harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Pelanggaran terhadap larangan ini dapat dikenai sanksi berdasarkan UU No. 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer.
Alasan Fundamental di Balik Larangan: Menjaga Tiga Pilar Utama
Di balik aturan hukum tersebut, terdapat tiga alasan mendasar yang menjadi landasan filosofis mengapa pemisahan ini mutlak diperlukan.
1. Menjaga Profesionalisme dan Fokus Penuh TNI
Tugas utama seorang prajurit TNI adalah sebagai alat pertahanan negara. Tugas ini menuntut dedikasi, konsentrasi, dan loyalitas penuh selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Menduduki jabatan strategis di perusahaan akan memecah fokus, waktu, dan energi prajurit, yang berpotensi mengganggu kesiapsiagaan dan pelaksanaan tugas utamanya dalam menjaga kedaulatan negara.
2. Mencegah Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)
Ini adalah alasan yang paling krusial. Seorang anggota TNI aktif memiliki akses terhadap informasi, jejaring, dan bahkan wewenang tertentu yang melekat pada posisinya. Jika ia juga menjabat sebagai pengurus perusahaan, dapat timbul berbagai potensi konflik kepentingan, seperti:
- Menggunakan pengaruh atau jabatannya di militer untuk memenangkan tender atau memuluskan urusan bisnis perusahaannya.
- Membocorkan informasi strategis negara yang bernilai ekonomis kepada perusahaannya.
- Menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat, di mana perusahaan lain merasa terintimidasi atau sulit bersaing.
3. Menjaga Netralitas dan Citra TNI
TNI harus berdiri netral di atas semua golongan dan kepentingan, termasuk kepentingan bisnis. Keterlibatan prajurit aktif dalam dunia usaha dapat menyeret institusi TNI ke dalam sengketa-sengketa komersial. Hal ini berisiko merusak citra TNI sebagai lembaga pertahanan negara yang profesional dan tidak berpihak, serta dapat menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa TNI “berbisnis”.
Bagaimana dengan Purnawirawan TNI?
Penting untuk dicatat bahwa larangan ini hanya berlaku bagi prajurit yang masih aktif berdinas.
Setelah seorang prajurit secara resmi pensiun dan menyandang status purnawirawan, ia kembali menjadi warga sipil biasa. Sebagai warga sipil, mereka memiliki hak penuh untuk terjun ke dunia usaha, mendirikan perusahaan, atau menjabat sebagai direksi dan komisaris. Banyak purnawirawan yang sukses berkarier di dunia bisnis karena bekal kepemimpinan, disiplin, dan kemampuan manajerial yang mereka dapatkan selama berdinas di TNI.
Kesimpulan
Larangan bagi anggota TNI aktif untuk menjadi pengurus perusahaan adalah sebuah pilar penting dalam sistem tata negara dan reformasi TNI di Indonesia. Aturan ini bukan tentang pembatasan hak individu, melainkan tentang penegasan fungsi dan perlindungan institusi.
Pemisahan yang jelas antara tugas pertahanan negara dan kegiatan bisnis memastikan bahwa loyalitas seorang prajurit tetap tunggal dan tak terbagi kepada bangsa dan negara. Di saat yang sama, hal ini juga menjaga iklim usaha di Indonesia agar tetap sehat, adil, dan setara bagi semua pelaku.
Sumber Referensi:
- Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
- Undang-Undang No. 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer.
- Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.