Sah! – Mendirikan usaha bersama pasangan hidup menjadi pilihan menarik antara suami-istri karena dapat mempererat kerja sama dalam rumah tangga sekaligus mencerminkan kesamaan visi dan tujuan hidup. Salah satu bentuk usaha yang sering dipilih adalah Commanditaire Vennootschap (CV).
Meski menjanjikan kerja sama yang harmonis, mendirikan CV bersama pasangan tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Ada ketentuan hukum perdata Indonesia yang harus diperhatikan, terutama terkait status hukum suami-istri dan konsep harta bersama.
Suami-Istri sebagai Satu Kesatuan Hukum
Menurut Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sejak pernikahan dilangsungkan, harta kekayaan antara suami dan istri secara otomatis menjadi satu kesatuan hukum, kecuali ada perjanjian kawin yang menyatakan sebaliknya.
Hal ini diperkuat dengan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama.
Konsekuensinya, penyatuan harta dalam pernikahan, suami dan istri dipandang sebagai satu subjek hukum. Hal ini menjadi masalah saat mendirikan CV, karena struktur CV mensyaratkan dua pihak yang berbeda secara hukum: sekutu aktif (komplementer) dan sekutu pasif (komanditer).
Jika suami dan istri dianggap sebagai satu subjek hukum, maka pendirian CV oleh keduanya saja dianggap tidak memenuhi syarat formal, dan ini berpotensi menimbulkan cacat hukum dalam pendiriannya.
Risiko Hukum Mendirikan CV Tanpa Persiapan Hukum yang Tepat
Terdapat sejumlah risiko hukum yang mungkin dihadapi oleh pasangan suami-istri ketika mendirikan CV tanpa pengaturan hukum yang jelas, antara lain:
- Ketidaksahan Struktur CV
CV yang didirikan hanya oleh suami dan istri tanpa perjanjian pemisahan harta dapat dianggap tidak sah karena tidak memenuhi syarat dua subjek hukum yang berbeda.
- Sengketa Harta di Kemudian Hari
Jika terjadi perceraian, kematian, atau perselisihan dalam rumah tangga, pengelolaan dan kepemilikan CV dapat menimbulkan sengketa hukum atas aset perusahaan karena dianggap sebagai bagian dari harta bersama.
- Risiko Pembatalan atau Gugatan Pihak Ketiga
Pihak luar yang berkepentingan, seperti investor, kreditur, atau mitra bisnis, dapat menggugat keabsahan CV jika terbukti didirikan oleh satu subjek hukum saja.
- Kesulitan dalam Pembagian Tanggung Jawab
Dalam CV, sekutu aktif bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan usaha, sedangkan sekutu pasif hanya terbatas pada modal. Tanpa pemisahan yang jelas, pembagian tanggung jawab ini menjadi rancu dan dapat merugikan salah satu pihak.
Perjanjian Pemisahan Harta: Solusi Legal
Untuk menghindari risiko-risiko tersebut, solusi utama yang disarankan adalah dengan membuat perjanjian pemisahan harta. Perjanjian ini dapat dibuat sebelum menikah (perjanjian pra-nikah) atau setelah menikah dengan pengesahan pengadilan.
Dengan adanya pemisahan harta, suami dan istri diakui sebagai dua subjek hukum yang terpisah, sehingga keduanya dapat mendirikan CV dan bertindak sebagai sekutu aktif maupun pasif sesuai perannya. Ini memastikan struktur CV sah secara hukum dan tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Selain itu, perjanjian pemisahan harta juga memberikan perlindungan hukum bagi usaha yang dijalankan. Risiko bisnis, hutang perusahaan, atau persoalan hukum lainnya tidak akan serta-merta melibatkan seluruh harta bersama pasangan.
Alternatif Tanpa Perjanjian Kawin
Bagaimana jika suami dan istri tidak memiliki atau tidak ingin membuat perjanjian pemisahan harta?
Solusi alternatifnya adalah melibatkan pihak ketiga dalam pendirian CV. Dengan hadirnya pihak lain di luar suami-istri sebagai salah satu sekutu, maka syarat dua subjek hukum yang berbeda dalam CV tetap terpenuhi.
Langkah ini banyak dilakukan oleh pasangan yang ingin tetap menjaga unit rumah tangga mereka tanpa memisahkan harta, namun tetap dapat menjalankan usaha dalam bentuk CV secara legal dan sah.
Bagaimana Jika CV Sudah Didirikan Sebelum Menikah?
Apabila pasangan mendirikan CV ketika masih berstatus belum menikah, maka pada saat itu mereka dianggap sebagai dua subjek hukum yang sah. Namun, setelah menikah, status hukum mereka berubah menjadi satu kesatuan.
Maka, jika tidak ada perjanjian pemisahan harta setelah menikah, sebaiknya mereka menambahkan sekutu baru dalam struktur CV yang sudah ada. Hal ini untuk menghindari pada tidak sahnya CV secara formil.
Dengan menambah sekutu, struktur persekutuan tetap memenuhi syarat dua pihak yang berbeda secara hukum, walaupun keduanya kini menjadi pasangan suami-istri..
Penutup
Mendirikan usaha bersama pasangan memang mengasyikkan, apalagi jika didasari oleh cinta. Namun, aspek hukum tetap tidak boleh diabaikan, terutama jika memilih bentuk badan usaha seperti CV.
Tanpa perjanjian pemisahan harta, suami dan istri dianggap satu subjek hukum, yang dapat membuat CV cacat secara formil. Solusinya adalah membuat perjanjian kawin atau melibatkan pihak ketiga sebagai sekutu.
Cinta dan bisnis bisa berjalan seiring, asalkan dibingkai dalam kepatuhan hukum. Dengan memahami aturan dan mengambil langkah preventif, usaha bersama dapat tumbuh kuat, sah, dan berkelanjutan.
Sah! melayani pengurusan legalitas usaha dan HAKI, termasuk hak cipta. Hubungi WhatsApp 0856-2160-034 atau kunjungi Sah.co.id.
Source: