Berita Terbaru Hari Ini, Update dan Terpercaya
banner 728x250

Jika Yayasan Bubar, Aset Jadi Milik Siapa?

Ilustrasi Aset Yayasan Setelah Bubar

Sah!- Yayasan memiliki kesamaan dengan Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum privat. Namun, keberadaannya tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan (nirlaba). Berbeda dengan bentuk badan hukum lainnya, yayasan tidak memiliki anggota, melainkan hanya organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas. Harta kekayaan menjadi unsur penting dalam perjalanan yayasan untuk mencapai tujuannya. Selain itu, kekayaan yayasan dipisahkan dari kekayaan pendiri dan digunakan semata-mata untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Oleh karena itu, pertanyaan yang muncul adalah, ketika yayasan dibubarkan, menjadi milik siapa aset-aset yang masih tersisa? Artikel ini akan membahas nasib aset-aset yayasan setelah pembubaran tersebut, termasuk dasar hukum yang mengatur peruntukan kekayaan yayasan, prosedur pembubaran, serta mekanisme pengalihan atau penyerahan aset yang tersisa.

Dasar Hukum Yayasan

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, yayasan pada dasarnya merupakan badan hukum yang memiliki kekayaan yang dipisahkan dan digunakan untuk mewujudkan tujuan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan tanpa memiliki anggota.

Sementara itu, menurut penjelasan Prof. Anwar Borahima, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dalam Hukumonline.com (23/8/2025), terdapat enam sumber kekayaan yayasan, yaitu kekayaan yang dipisahkan, sumbangan tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, serta perolehan lain yang sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, regulasi yayasan diatur dalam PP Nomor 2 Tahun 2013 sebagai perubahan dari PP Nomor 63 Tahun 2008, yang menjelaskan secara rinci tentang nama, pendirian, pengesahan, perubahan anggaran dasar, hingga ketentuan peralihan yayasan.

Penyebab Yayasan Bubar

Yayasan dapat dibubarkan karena beberapa alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU Nomor 16 Tahun 2001. Pertama, jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar yayasan telah berakhir. Kedua, tujuan yayasan yang tercantum dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak dapat tercapai lagi.

Selain itu, pembubaran juga dapat dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Putusan tersebut dapat dikeluarkan apabila yayasan terbukti melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit, atau ketika harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.

Prosedur Pemberesan Yayasan

Ketika yayasan dibubarkan, undang-undang mengatur secara tegas mekanisme pemberesan kekayaannya melalui proses likuidasi. Berdasarkan Pasal 63 UU Nomor 16 Tahun 2001, jika yayasan bubar karena jangka waktunya berakhir atau tujuannya telah tercapai maupun tidak tercapai, maka Pembina wajib menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan yayasan. Apabila tidak ada likuidator yang ditunjuk, pengurus otomatis bertindak sebagai likuidator.

Selama proses likuidasi berlangsung, yayasan tidak diperkenankan melakukan perbuatan hukum lain selain yang berkaitan dengan pemberesan kekayaan. Selain itu, setiap dokumen atau surat keluar wajib mencantumkan frasa “dalam likuidasi” di belakang nama yayasan sebagai tanda bahwa yayasan tersebut sedang berada dalam proses pembubaran.

Jika pembubaran dilakukan berdasarkan putusan pengadilan, pengadilan juga yang menunjuk likuidator (Pasal 64). Namun, apabila pembubaran terjadi karena pailit, maka berlaku ketentuan peraturan di bidang kepailitan.

Lebih lanjut, menurut UU Wakaf, harta wakaf tidak dapat dipailitkan. Artinya, yayasan yang bersumber dari wakaf tidak bisa dinyatakan pailit, karena harta wakaf tidak dapat disita atau dijadikan jaminan. Jika pihak yayasan menjaminkan harta wakaf, terdapat ancaman pidana.

Sebaliknya, jika harta yayasan bukan berasal dari wakaf, maka yayasan tetap dapat dipailitkan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Namun, apabila sebagian hartanya bersumber dari wakaf, maka bagian tersebut tidak bisa dimasukkan ke dalam boedel pailit.

Berdasarkan Pasal 65, likuidator atau kurator yang ditunjuk wajib mengumumkan pembubaran dan proses likuidasi paling lambat lima hari setelah penunjukan melalui surat kabar harian berbahasa Indonesia. Setelah proses selesai, hasil likuidasi juga harus diumumkan paling lambat tiga puluh hari melalui surat kabar yang sama.

Kemudian, sesuai Pasal 67, likuidator atau kurator wajib melaporkan hasil likuidasi kepada Pembina paling lambat tujuh hari setelah proses berakhir. Jika tidak dilaporkan atau diumumkan, maka pembubaran yayasan tidak sah secara hukum bagi pihak ketiga.

Status Aset Setelah Yayasan Bubar

Menurut Pasal 68 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004, kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan tidak boleh dibagikan kepada pendiri, pengurus, atau pihak lain yang terkait.

Pertama, kekayaan sisa hasil likuidasi wajib diserahkan kepada yayasan lain yang memiliki kegiatan serupa. Kedua, jika tidak dapat diserahkan kepada yayasan lain, aset dapat dialihkan kepada badan hukum lain yang memiliki kegiatan sejenis sesuai undang-undang. Ketiga, apabila kedua opsi tersebut tidak dapat dilakukan, kekayaan sisa hasil likuidasi akan diserahkan kepada negara dan digunakan sesuai tujuan awal yayasan.

Dengan demikian, aturan ini menegaskan bahwa kekayaan yayasan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, tetapi harus tetap digunakan untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Prinsip ini menegaskan kembali bahwa yayasan merupakan badan hukum nirlaba untuk kepentingan publik, bukan pribadi.

Call to Action

Jika Anda berencana mendirikan usaha atau mengurus legalitasnya, Sah! siap membantu Anda melalui layanan profesional, terpercaya, dan terintegrasi dari awal hingga akhir proses. Hubungi kami melalui WhatsApp di 0856 2160 034 atau kunjungi laman resmi kami di Sah.co.id untuk informasi lebih lengkap.

Sumber

Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Tentang Yayasan

Jurnal
Simamora, Y. S. (2012). Karakteristik, pengelolaan dan pemeriksaan badan hukum yayasan di Indonesia. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 1(2), 175 https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i2.95

Website/Artikel Berita
Heriani, F. N. (2023, Oktober 13). Sekelumit persoalan yang muncul jika yayasan pailit. Hukumonline. https://www.hukumonline.com/berita/a/sekelumit-persoalan-yang-muncul-jika-yayasan-pailit-lt65289b8b8ba23