Sah!Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang mencuri perhatian sejak Pilpres 2024, kini memasuki fase krusial. Setelah hampir sepuluh bulan, pemerintah mulai menguji coba program ini di lapangan—mengubahnya dari janji kampanye menjadi kebijakan nyata, lengkap dengan potensi dan tantangannya.
Kini, mata seluruh bangsa tertuju pada pertengahan Agustus 2025, menantikan Pidato Kenegaraan Presiden yang akan mengungkap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka yang tertera di sana akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah untuk merealisasikan program ini dalam skala nasional.
Fase Uji Coba: Belajar dari Lapangan
Sepanjang 2025, pemerintah menggelar uji coba di sejumlah daerah dengan prevalensi stunting tinggi, seperti beberapa kabupaten di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Ask ChatGPTBerdasarkan liputan dari berbagai media massa, fase uji coba ini memberikan banyak pelajaran berharga:
- Tantangan Logistik dan Distribusi: Memastikan puluhan ribu porsi makanan sampai ke sekolah-sekolah tepat waktu dengan standar kebersihan (higiene) yang terjaga terbukti menjadi tantangan logistik yang kompleks.
- Menu Lokal dan Kandungan Gizi: Pemerintah daerah dan ahli gizi bekerja sama untuk merancang menu yang bervariasi, menggunakan bahan baku lokal (seperti ikan, telur, tempe, dan sayuran setempat) untuk memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna.
- Pelibatan Ekonomi Lokal: Uji coba ini secara aktif melibatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat, mulai dari warung, jasa katering, hingga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sebagai penyedia makanan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan efek ganda ekonomi secara langsung.
- Validasi Data Penerima: Salah satu kendala utama adalah memastikan data siswa penerima akurat dan terverifikasi untuk menghindari salah sasaran.
Sorotan Utama: Angka dalam RAPBN 2026
Antisipasi terbesar publik saat ini adalah pengumuman alokasi anggaran untuk program MBG dalam RAPBN 2026. Angka ini akan menjadi penentu skala dan keberlanjutan program ke depan. Beberapa hal yang paling dinantikan adalah:
- Berapa ratus triliun rupiah yang akan pemerintah alokasikan untuk mendanai program ini secara nasional pada tahun pertamanya?
- Jumlah Penerima: Berapa juta siswa sekolah yang akan menjadi target penerima manfaat di fase awal implementasi nasional?
- Sumber Pendanaan: Dari mana sumber dana raksasa ini akan diambil? Apakah melalui realokasi anggaran dari pos lain, pemotongan subsidi, peningkatan target penerimaan pajak, atau penambahan utang negara?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi cerminan strategi fiskal pemerintah dalam menyeimbangkan janji populis dengan kesehatan APBN.
Dua Sisi Koin: Potensi Manfaat dan Tantangan Raksasa
Para perancang Program MBG mendasarinya dengan niat mulia dan melihat potensi manfaat yang besar, namun mereka juga harus menghadapi tantangan yang tidak kalah besar.
Potensi Manfaat:
- Perbaikan Gizi: Diharapkan dapat menekan angka stunting dan meningkatkan status gizi anak-anak usia sekolah.
- Peningkatan Angka Partisipasi Sekolah: Program ini bisa menjadi insentif bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk lebih rajin bersekolah.
- Stimulus Ekonomi Lokal: Menciptakan permintaan yang masif bagi petani, peternak, nelayan, dan UMKM di sektor kuliner di seluruh Indonesia.
Tantangan Raksasa:
- Beban Fiskal: Menjadi program dengan biaya yang sangat besar dan akan menjadi beban anggaran rutin dalam jangka panjang.
- Skala besar program ini rawan kebocoran, penyelewengan, dan korupsi—dari pengadaan hingga distribusi.
- Setelah uji coba di sejumlah daerah, tantangan berikutnya adalah implementasi di skala nasional.
Kesimpulan
Program Makan Bergizi Gratis telah memasuki babak baru yang lebih serius. Kesuksesannya kelak tidak hanya bergantung pada ketersediaan anggaran, tetapi juga pada desain implementasi yang detail, sistem pengawasan yang ketat, dan partisipasi aktif dari masyarakat. Pengumuman RAPBN 2026 akan menjadi sinyal paling jelas tentang bagaimana pemerintah akan menavigasi salah satu janji politik terbesar dalam sejarah Indonesia modern ini menjadi sebuah kebijakan yang nyata, bermanfaat, dan berkelanjutan.
Sumber